Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan signifikan bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian menyerap 35.9% dari total angkatan kerja di Indonesia dan menyumbang 14.7% bagi GNP Indonesia (sumber: BPS, 2012). Fakta-fakta tersebut menguatkan pertanian sebagai megasektor yang sangat vital bagi perekonomian Indonesia.
Sebagai salah satu negara yang termasuk dalam wilayah tropis, Indonesia memiliki potensi pertanian yang sangat baik, terutama untuk pertanian tropika. Pertanian tropika dapat didefinisikan sebagai suatu usaha pertanian yang diusahakan di daerah tropis. Dengan demikian jenis tanaman, hewan, perikanan, dan hutan sangat dipengaruhi oleh iklim tropis. Pertanian tropika memiliki keunggulan dibandingkan dengan daerah yang memiliki empat musim. Keunggulan itu adalah suatu fakta bahwa “Growing season” pada daerah tropis terjadi sepanjang tahun. Hal yang sama tentu tidak akan terjadi di daerah yang memiliki empat musim.
Salah satu produk pertanian tropika Indonesia yang berpotensi menjadi andalan adalah produk pertanian segar dalam bentuk buah-buahan dan sayuran. Produk buah-buahan dan sayuran Indonesia memiliki prospek yang sangat baik untuk dapat masuk ke pasar Eropa, Amerika, Jepang, dan Timur Tengah. Mengingat tingginya permintaan dari negara-negara yang umumnya ada di wilayah sub-tropis tersebut terhadap produk buah-buahan tropis. Produk buah-buahan tropis asli Indonesia seperti mangga, manggis, rambutan, salak, dan produk pertanian tropika lainnya, menjadi yang cukup diminati. Bagaimana dengan pasar domestik? Terus menjamurnya pasar modern tentunya menjadi pasar yang membutuhkan pasokan produk buah dan sayur segar.
Permasalahannya, datang dari dalam masyarakat Indonesia sendiri. Kultur masyarakat Indonesia mulai dipengaruhi produk-produk yang sebagian besar adalah impor. Minat masyarakat pada produk buah-buahan asing terus meningkat, menggusur posisi buah-buahan lokal. Buah-buahan produk asli Indonesia seakan-akan menjadi asing di rumah sendiri. Minimnya produk pertanian Indonesia yang memiliki brand, dinilai menjadi faktor utama menurunnya pamor buah lokal Indonesia. Untuk itu, peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengangkat kembali pamor buah lokal. Tak ketinggalan kalangan akademisi dan peneliti dari institusi pendidikan pertanian khususnya IPB.
Produk lain? Tentunya kita masih patut berbangga. Produk rempah-rempah Indonesia masih menjadi promadona di pasar Internasional. Menilik pada sejarah, bagaimana derasnya arus perdagangan rempah-rempah Indonesia oleh bangsa Eropa kala itu. Sampai saat ini, rempah-rempah masih menjadi komoditas andalan Indonesia sebagai negara tropis penghasil rempah-rempah terbesar di dunia. Pasar internasional masih sangat tergantung hasil rempah-rempah Indonesia sehingga berharap pemerintah memperhatikan serius komoditas itu. Harga jual semakin mahal karena produksi dan juga tren menurun. Harga pala yang dulunya hanya Rp 60.000-an per kg kini sudah menembus Rp 170000-an hingga Rp 190.000-an per kg. (antarasumut.com).
Potensi lain dari rempah-rempah, adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan fungsional, misalnya minuman kesehatan yang terbuat dari rempah-rempah dan tanaman obat. Ya! Selama ini kita mengenalnya sebagai jamu. Melihat kondisi ini Sedarnawati Yasni dan Hanny Dulimarta, salah seorang peneliti dari IPB membuat terobosan minuman kesehatan yang dikenal dengan Cinna-ale (jahe). Minuman kesehatan ini terbuat dari rempah-rempah asli Indonesia, diantaranya jahe dan kayu manis. Temuan dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahan-bahan alami dari tumbuhan di Indonesia harus terus dikembangkan karena ternyata punya manfaat secara luas bagi masyarakat. Lebih jauh lagi, Pemerintah melalui Departemen Kesehatan, baru-baru ini telah membentuk Komisi Nasional Santifikasi Jamu (SJ). Pembentukan Komnas SJ dirasakan perlu karena jamu telah dikonsumsi secara turun temurun oleh bangsa Indonesia. Jamu yang ada di masyarakat akan dikembangkan melalui Ristoja (riset tanaman obat dan jamu). Semua tanaman obat yang ada di Indonesia merupakan bahan baku yang disaintifikasi. Ristoja bersifat eksplorasi, dengan metode bertanya kepada masyarakat lalu mengsaintifikasi. SJ tidak hanya meneliti tetapi juga merangkup dari pihak lain, diantaranya Biofarmaka IPB, fakultas kedokteran di beberapa universitas dan lain sebagainya. Dengan adanya terobosan ini, Pemerintah jelas sangat memperhatikan potensi pertanian tropika Indonesia pada sektor tanaman obat dan jamu. Walaupun saat ini produk obat-obatan herbal Indonesia masih kalah pamor dari produk obat-obatan herbal negara lain (terutama Cina), dengan dukungan sumberdaya yang melimpah, dan kultur masyarakat yang sangat erat dengan budaya minuman fungsional (obat dan jamu), produk tanaman obat dan jamu Indonesia masih memiliki potensi yang patut diperhatikan.
Lalu bagaimana dengan potensi produk non-pangan? Potensi itu datang dari sektor energi terbarukan. Satu fakta yang harus kita sadari, ketergantungan kita akan energi fosil lambat laun akan segera berakhir. Pergeseran pengelolaan energi dunia saat ini dari sisi penawaran ke sisi permintaan dan adanya komitmen internasional untuk mengurangi emisi gas karbondioksida (CO2) membuat peran Bahan Bakar Nabati (BBN) menjadi penting. Indonesia, dengan dukungan sumberdaya dan kondisi iklim yang baik sebagai negara yang ada di wilayah tropis, tentunya sangat berpotensi menjadi Raja BBN dunia. Indonesia adalah negara tropis, sehingga hampir keseluruhan jenis tanaman penghasil minyak nabati dapat tumbuh dengan cepat. Raja BBN Dunia adalah negara dengan kepemilikan kapasitas dan kualitas produksi BBN tertinggi dibandingkan negara- negara lain. Komoditas andalan Indonesia yang mendukung status Indonesia sebagai Raja BBN Dunia adalah minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil – CPO) dan dan turunannya. Dengan area perkebunan kelapa sawit seluas 5.032.800 ha (data tahun 2010, sumber: BPS), dan produksi 14.290.054 ton CPO (2010), Indonesia menjadi salah satu produsen CPO terbesar di dunia. Satu fakta yang membuktikan potensi Indonesia sebagai Raja BBN Dunia. Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.
Pertanian merupakan potensi yang membanggakan bagi Indonesia. Pertanian diharapkan mampu mengatasi permasalahan riil yang dihadapi bangsa ini. Tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah pengembalian brand image produk buah dan sayur lokal di mata masyarakat dan pengoptimalan potensi Indonesia sebagai Raja BBN Dunia. Sehingga kita tak perlu takut akan kelangkaan pangan dan energi.